Webinar Tornado Rancaekek: Mengurai Fenomena Tornado dan Peran KK Sains Atmosfer Program Studi Meteorologi ITB
Oleh : Lutfiah Nur Rohmah Salaamah
Editor : Mely Anggrini
Jumat, 22 Maret 2024
BANDUNG, meteo.itb.ac.id — Program Studi Meteorologi ITB menggelar webinar tornado yang terjadi di Rancaekek pada 21 Februari 2024 silam. Acara ini dipimpin oleh Dr. Nurjanna Joko Trilaksono, S.Si. M.Si. dari Kelompok Keilmuan (KK) Sains Atmosfer, yang memiliki keahlian dalam studi mesosfer dan tornado. Partisipasi dalam webinar ini cukup besar, dihadiri oleh beberapa dosen dan 75 orang peserta yang terdiri dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta media lainnya. Diskusi yang digelar tidak hanya bertujuan untuk memberikan pencerahan tentang fenomena tornado tetapi juga untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang hubungan fenomena tersebut dengan lingkungan sekitar.
Salah satu aspek menarik dari webinar ini adalah pembahasan seputar istilah “tornado” atau “puting beliung”. Sebuah pertanyaan yang seringkali membingungkan banyak orang, apa perbedaan antara tornado dan puting beliung? Untuk menjawabnya, KK Sains Atmosfer ITB bersama para mahasiswa dan anggota himpunan melakukan kajian yang mendalam. Mereka memulainya dengan melakukan survei lapangan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Kronologi kejadian yaitu pada 21 Februari 2024 menjadi fokus utama survei ini. Meskipun dilakukan dengan sedikit keterlambatan 12 jam setelah kejadian, namun survei ini termasuk yang paling cepat dilakukan. Dilakukan dua kali survei lapangan pada tanggal 22 Februari dan 25 Februari, dibantu oleh himpunan dan laboratorium yang mendukung proses assessment dengan cepat.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa terdapat pusaran tornado yang terjadi sekitar pukul 15.30 di area Rancaekek dengan panjang jalur sekitar 4 km dan kecepatan rambat sekitar 15 km/jam yang diperoleh dari hitungan kasar. Pusaran tersebut hidup dan berjalan kurang lebih 30 menit. Dari hasil survei, diperkirakan kerusakan terjadi di area seluas 305 hektar dengan lebar sekitar 516 meter. Jenis kerusakan bervariasi mulai dari atap bangunan yang hilang hingga pohon yang tumbang. Berdasar pantauan citra satelit Himawari-9, pada pukul 09.00 WIB terdapat awan yang menutupi seluruh wilayah Bandung dan pada pukul 12.00 WIB wilayah cekungan Bandung khususnya sekitar Bandung Timur relatif terbebas dari awan hingga pukul 14.00 WIB. Namun pada satu jam berikutnya, mulai ada awan-awan yang tumbuh. Awan itu merupakan awan cumulonimbus yang tumbuh secara cepat tepat pada pukul 15.50 WIB di tropopause dan mulai memudar setelah melewati pukul 18.00 WIB.
Hal menarik dari webinar ini adalah upaya untuk menjelaskan fenomena tornado secara lebih mendalam. Dengan keterbatasan data yang tersedia, dilakukan simulasi untuk memahami lebih lanjut mekanisme pembentukan tornado. Diduga bahwa aliran udara yang berputar di atmosfer terjadi karena adanya aliran yang berbeda kecepatan di wilayah tersebut dan menciptakan adanya shear (pergeseran). Hal ini menghasilkan pusaran udara (aliran pola yang berputar) yang disebut tornado. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa meskipun istilah “puting beliung” dan “tornado” sering digunakan secara bergantian, namun secara proses, fenomena ini lebih tepat disebut sebagai tornado dan puting beliung biasa disebut dengan small tornado. Penjelasan yang mendalam tentang mekanisme pembentukan tornado dan perbedaannya dengan puting beliung tersebut menjadi salah satu highlight dari webinar ini.
Webinar ini tidak hanya memberikan pengetahuan baru tentang tornado, tetapi juga mengajak kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar kita. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena alam ini, diharapkan kita dapat lebih siap menghadapi dan merespon secara tepat saat terjadi kejadian serupa di masa depan.